Minggu, 26 Juni 2016

INGIN MELIHAT GURU INDONESIA MEMASAK



INGIN MELIHAT GURU INDONESIA MEMASAK? (TEACHRES COOCING RICE AT DAYAK BENUAQ VILAGES)

“Ingin melihat guru Indonesia memasak?” kalimat itulah yang saya gunakan jika bertemu turis yang tidak ada pemandunya.Rata-rata mereka penasaran.Janjian minta dijemput di penginapan untuk datang ke rumah saya.
Sengaja saya pamerkan cara saya memasak. Dengan tungku ala Kalimantan.Sambil memasak saya bercerita tentang perbedaan tungku di Jawa dan tungku suku Dayak Benoa.Tungku Kalimantan hanya berupa penyangga panci segitiga tanpa dikelilingi batu bata seperti layaknya tungku tradisional di Jawa. Sehingga jika kayu bakar bukan jenis kayu yang keras, api tidak bisa menyala dengan baik

“What can I do for u?” biasanya turis-turis yang ajak akan menawarkan diri untuk membantu saya memasak. Saya pun membagi tugas.Kadang saya berikan bawang untuk dikupas.Dan mata mereka biasanya berair terkena air bawang merah.Dan itu membuat berkesan.Karena tidak biasa mereka lakukan.\

Pernah ada turis dari Jerman. Dia minta mencoba parut kelapa, ketika saya akan memasak sayur santa. Dipegangnya kuat-kuat kelapa yang akan diparut. Baru empat kali gerakan, kepala yang dipegang patah.Jarinya pun berdarah.Saya merasa bersalah.Tetapi dia tersenyum saja dan mengatakan “No problem.”

Masak bersama, makan bersama di lantai beralaskan tikar.Membuat kami cepat akrab.Ada turis dari Inggris Philip Stoll yang kebetulan bekerja di Jakarta mengatakan bahwa saya pemandu wisata yang cerdas.
“Saya bukan pemandu wisata.Saya guru Bahasa Indonesia,” tegas saya.

“Tetapi kamu pandai membuat turis berkesan. Memasak seperti ini, dilihat langsung oleh mereka, makan bersama, itu tidak dijumpai di lokasi wisata lain. Apalagi situasi tempat tinggalmu di tengah hutan yang sangat jauh dari kota,” nadanya bersemangat memotifasi saya.

Saya pun hanya menjawab terimakasih.Ucapan yang saya tiru dari kebiasaan mereka.Jika disanjung selalu mengucapkan terimakasih. Berbeda dengan adat Indonesia khususnya Jawa, jika disanjung selalu mengelak dengan kata-kata “Wah jangan menghina,” padahal dalam hati juga senang disanjung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar