Kamis, 16 Juni 2016

INDONESIA KECIL

   Ketika kami datang, hanya ada 3 guru tetap termasuk kepala sekolah.  P Rifinus Baso Tolanda dari Toraja, Pak Timotius Oka dari Toraja, P. Yohanes dari Dayak Tunjung, saya dari Tulungagung Jawa Timur. 
Jumlah ruang ada 6. Masing-masing dua rombel. Anak pertama baru kelas 3 SMP, sehingga belum meluluskan. Sebelum kami datang, ada GTT dari guru SD dan pegawai kecamatan yang berijazah SMA. Guru agama pun ada 3. Islam, Protestan, Katolik.
SeTiga tahun kemudian, guru-guru mulai berdatangan. Keadaan kami seperti Indonesia kecil. Siswa 6 kelas itu memiliki guru dari berbagai suku. Jawa, Bugis Mkasar, Bugis Toraja, Batak, Kutai, Banjar, Dayak Benoa, Dayak Tunjung, Dayak Krayan, Dayak Kenyah.
Murid pun terdiri dari berbagai suku. Dayak B enoa, Dayak Tunjung, Banjar, Kutai, Bugis. Bahasa sehari hari yang terdengar di masyarakat, Bahasa Indonesia, Bahasa Kutai, Bahasa banjar, Bahasa Dayak Benoa, Bahasa Bugis.


BBercanda dengan logat suku masing masing menjadi hal yang biasa. Dialek jawa yang kental menjadi lucu jika diucapkan olah orang non Jawa. Dialek bugis sering menjadi canda tawa. Dialek Banjar pun menjadikan kami tertawa ditinjau dari pengucapan bahasa Indonesia


Bahasa Banjar tidak kenal vokal e pepet. dan konsonan l mati
didikumpulkan . dikumpulakan
vespa pe ex ... vispa pi ik

suku bugis tidak kenal konsonan p dan mati di belakang
kandep ... akndek
makan, jalan ... makang jalang

bahasa Jawa selalu punya konsonan tebal terutama konsonan bdgj  orang Jawa DuDuk . Di GergaJi saja   dengan pengucapan tebal, bahkan air liur sampai nyemprot

Sebagai guru bhasa Indonesia, saya berusaha menghilangkan ciri khas Jawa saya, dan itu tidak mudah. Ada teman dari Bugis yang selalu mengingatkan pengucapan saya. Alhamdulilah mampu.

"Pak maaf saya minta jin pulang karana sakit PARUT', kata Arli salah seorang siswa suku Banjar. Aku mengangguk sambil tersenyum Arli memahami senyum saya. dia mengulang kalimatnya . "Sakit perut Pak,'
""Jalan ke kampung kami sakit Pak," kata salah seorang siswa yang rumahnya 16 km dari sekolahj. Dia mengatakan sulit dengan kata sakit. itulah bahasa Kutai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar