Sabtu, 11 Juni 2016

ANAK HARAM

"Saya katanya anak haram, Ibu saya tidak ingin saya lahir'" katanya dengan nada emosi. Bibirnya dikatupkan rapat-rapat. Ada nada kemarahan tersimpan di wajahnya. "Untuk apa saya bersekolah?" Untuk apa saya jadi anak baik?" Gadis itu berperawakan kecil. Namun lincah. Ada keanehan yang membuat saya heran. Sering bertengkar dengan teman laki-laki di kelas. Dia berani kepada siapa pun. Tak peduli. "Mengapa kamu bilang begitu? Apakah bapak ibumu tidak sayang?" tanyaku penuh keheranan. Dari penampilanya tidak ada yang aneh. Bukan dari keluarga miskin. "Katanya ibuk saya yang sekarang, Ibuk kandung saya meninggal ketika melahirkan saya," "Nah kamu nggak kasihan pada ibu kandungmu? Meninggal karena berjuang untuk melahirkanmu? tanyaku memotong pembicaraannya. "Bukan gitu Pak, Kata tetangga saya, ibuk saya dulu ingin menggugurkan kandungannya ketika saya belum lahir. Karena yang menghamili ibuk saya tidak mau bertanggung jawab." wajahnya kelihatan memendam kemarahan. pandanganya kosong. "Yang merawatmu sekarang siapa?" "itu bude saya," "Apa dia tidak sayang pada kamu?" "Ya sayang. Tapi ...." dia diam. Tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Kualihkan perhatian "Ayahmu? Tidak sayang"? Dia hanya menggeleng. air mulai keluar dari sudt matanya. "Dia ayah tiriku. Aku tidak sayang pada dia," Ayahnya adalah suami kedua bude yang merawatnya. Suami budenya yang pertama telah meninggal. Ibuknya menikah lagi dengan ayahnya yang sekarang. "Ibuk gak ngertii kalau saya nggak suka sama ayah." "Kamu nggak pernah ngobrol dengan ayahmu?" "Jarang. Nonton tv pun saya nggak ngomong," saya diam. Rumitnya kehidupan anak ini. Bertolak belakang denganpenampilannya. Seminggu yang lalau, ibunya datang ke sekolah. Wali kelasnya memberitahukan bahwa anaknya 4 hari tidk masuk tanpa keterangan. Ibunya sangat terkejut. Setiap hari berangkat dari rumah. Ternyata, dia pergi ke Blitar, 20 km dari sekolah. Di dalam tasnya ada pakaian ganti yang disiapkan untuk dolan. Ketika sudah masuk, dia bercerita kalau dolan dengan teman laki laki. Ceweknya dua orang, cowoknya 3 orang. Dua hari dia sakit di rumah. Yang sehari sengaja dikurung ibuknya di kamar tanpa HP, yang sehari dia sakit badannya panas karena dipukuli ibuknya. "Kalau kamu pengen ketemu pacarmu, bagaimana caranya?" godaku "Janjian Pak, lewat no HP teman saya," katanya mantap. Tanpa rasa malu. Aku tersebyum sambil menghela nafas. Aank kelas 8 SMP sudah berani terus terang tentang pacarnya. "kalau kamu janjian bertemu di mana? tanyaku lagi. Aku makin penasaran. "Ya di warnet Pak," "Beranio, gak takut dimarahi ibumu?" "saya sudah baisa Pak, kalau malam kelar sam teman, pulang jam 9 malam," "Ibumu tahu?" "ya tahu Pak. Kadang dimarahi juga. Tapi saya diam saja. Saya kan nggak berbuat aneh-aneh. Cuma dolan. Memanfaatkan "free wifi". Aku makin terdiam. Unuknya permasalahn hidupnya. Tak bisa membayangkan jika mempunyai anak perempuan yang punya perilaku seperti ini. Namun juga tidak bia menemukan jalan keluar seandainya menjadi dia. Ikut budenya, tak pernah kenal wajah ayah ibunya, tinggal bersama bapak tiri yang tidak disukainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar