Kamis, 01 September 2016

WANITA TAK BERSANDAL

TANPA SANDAL
Tergopoh gopoh seorang ibu berkaos lusuh datang ke sekolah. Di depan pintu kantor dia langsung mengungkapkan isi hatinya. Mungkin sudahlama pertanyaan itu tersimpan di hatinya.
“Pak, saya minta maaf,” wajahnya kelihatan tanpa olesan bedak. Rambutnya hanya diikat dngan tali karet yang biasanya digunakan untuk ikat nasi bungkus. Di pergelangan tangan kirinya terhias dua gelang karet serupa di rambutnya.
“Kata anak saya, sebentar lagi rekreasi. Apakah bisa minta keringanan biaya?” tanyanya penuh harap. Saya tersenyum mendengar permintaan itu. Saya silakan masuk dan duduk di ruang tata usaha.
“Bu, nggak usah minta keringanan. Rekreasi memang program sekolah. Sepulang rekreasi wajib membuat laporan. Tetapi kalau tidak ada biaya tidak perlu dipaksakan,” saya berusaha menjelaskan.
“Terima kasih Pak. Berarti anak saya boleh tidak ikut rekreasi nggih?”
Saya mengangguk mengiyakan.
“Bapaknya hanya penjual bakso keliling Pak. Kadang habis kadang juga tidak,” ucapanya agak tertata. Tapi nafasnya masih ngos-ngosan. Ternyata ke sekolah jalan kaki. Naik sepeda, gembos di jalan. Apesnya, sandal jepitnya putus ketika tergesa gesa jalan kaki menuju sekolah.
“Saya berusaha membantu dengan berjualan nasi bungkus di rumah sakit. Tapi sejak bulan puasa nggak laku. Modal pinjaman tidak bisa mengembalikan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar