TERLAMBAT
Kemaren, sengaja nunggu anak-anak di pintu depan. Bel masuk telah berbunyi. Kujabat tangan anak-anak yang baru masuk. Sambil mengucapkan selamat pagi atau assalaamualaikum, mereka menjabat tanganku sambil mencium tanganku yang sengaja tiap mau berangkat kukasih parfum. Kasihan kan kalau tangan gurunya dicium gak bau harum?
Lewat 10 menit,
Masih ada siswa yang terlambat. Sengaja langkah mereka kuhentikan
"Sekarang pukul tujuh, lebih berapa menit?" tanyaku pada beberapa anak yang baru memasuki pintu gerbang sekolah. Ada diantara mereka yang tiba-tiba berhenti karena membenahi bajunya yang belum rapi karena tidak dimasukkan. Ada pula yang begitu santainya masuk meskipun terlambat.
Kutunjukan jam tanganku. "Lebih 10 menit bukan? Kalian terlambat?"
"Mencabuti rumput atau mebersihkan kaca jendela Pak?" tanya salah seorang anak yang biasa terlamabat dan sering dihukum untuk bersih-bersih lingkungan kelas karena keterlambatannya.
"Nggak usah, ayo iku Pak Budi ke depan kantor!" pintaku kepada mereka.
Sebelumnya kuhitung jumlah siswa yang terlambat. Wow ada 22 siswa. Keterlaluan anak-anak ini.
Ada apa sebenarnya dengan mereka?
Setelah mereka duduk di lantai teras ruang guru, kubagikan selembar kertas kepada tiap-tiap siswa.
"Tulis nama dan kelas masing-masing. Setelah itu, tulislah mengapa kamu terlambat, apa yang kamu lakukan agar tidak terlambat, serta sanksi apa yang kamu inginkan jika kamu terlambat lagi."
Anak-anak diam, memandangi wajah saya. Mungkin ada yang kurang paham tugas yang saya berikan.
"Jumlah karangan 6 paragraf, setiap paragraf minimal 10 kalimat," sengaja kuperjelas tentang jumlah paragraf dan jumlah kalimat agar mereka menulis dalam jumlah banyak kalimat. Jika tidak diberi batas minimal, mereka hanya menulis beberapa kalimat. Jika diberikan jumlah minimal, siswa akan dipaksa untuk menulis, sekali gus berlath menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.
Lima menit berlalu. Kulihat sambil berkeliling. Tulisan anak-anak yang mendapat hukuman karena terlambat.
"Lho, bukan itu maksudnya, tetapi bercerita, ceritakan mengapa kamu terlambat?" kudekati siswa yang menulis "saya terlambat karena "mbangkong"(terlambat bangun)". kalimat itu ditulis sebanyak 6 kali.
Aku pun tersenyum melihat tulisan itu. Mungkin ada bapak atau ibu guru yang pernah memberikan hukuman seperti itu. Agar siswa berjanji tidak akan mengulangi perbuatanya lagi, ditulis sekian kali.
Hukuman yang kulakukan kali ini berharap bisa mengetahui permasalahan anak, mengetahui penyebab terlambat. Selain itu juga melatih siswa untuk menulis dalam rangka "Gerakan Literasi" yang dimotivatori oleh Bapak @Satria Darma serta Bapak @Muhsin Kalida.
Bel jam kedua berbunyi. Tak sampai hati juga memaksa mereka agar menulis sejumlah yang saya tentukan. Hanya ada 4 siswa yang menyelesaikan tugas, dari 22 siswa yang mendapat tugas menulis.
Bagi siswa yang terbiasa menulis, jumlah 60 kalimat adalah hal yang sepele dan mudah dilakukan. Tetapi, bagi mereka yang tidak terbiasa menulis, itu pekerjaan yang berat.
Ada siswa yang hanya mampu menulis 4 kalimat, hanya menjawab pertanyaan bimibingan saya ajukan.
Namun rata-rata mereka hanya mampu menulis 15 kalimat. Kalau pun ada yang menulis agak banyak, kalimat mereka diulang-ulang. Tak masalah, ini proses, mereka perlu berlatih, mereka perlu bimbingan.
"Hari ini saya terlambat karena "mbangkong". tadi malam tidur jam setengah sebelas. Kalau kemaren saya terlambat karena ban sepeda saya bocor. Terpaksa harus jalan agak lama. Sudah capek, sampai di sekolah terlambat. E,,, dihukum. Tapi banyak temannya kok. Bukan saya sendiri yang terlambat."
penggalan tulisan Dias yang dikenal oleh bapak ibu guru sering membolos.
Agus hanya menulis 12 kalimat, "Saya terlambat karena "mbangkong". Tadi malam bermain PS sama teman-teman. Belum lagi saya harus menghampiri teman saya yang ikut boncengan sepeda tiap hari dengan saya."
Lukas, hanya menuliskan 10 kalimat, tetapi kalimatnya runtut. "mohon dimaklumi saja, hari ini saya terlambat karena harus menunggu beberapa saat untuk mandi. Pompa air rusak. Padahal saya bangun pukul 05.30 lo."
Tulisan Hafiz seperti puisi, mungkin agar segera keliahatn penuh. Namun ada kalimat penutup yang membuat saya tersenyum.
"Karena saya disuruh ngantar ayah kerja. Namun saya janji, tidak akan terlambat lagi. Ayah akan saya antar kerja agak pagi biar saya tidak terlambat. Pak saya kehabisan kata kata Pak. Jadi malu"
"Tadi malam saya asik nonton TV, ada film bagus, sampai jam 12.oo. Eh baru ingat ada tugas seni budaya belum saya kerjakan. Kukerjakan juga sampai jam 1.. Paginya, saya terlambat."
Ada yang pandai menuangkan ide dengan kepolosannya, tapi menjadikan kalimatnya enak dibaca.
"Saya kehabisan kata-kata Pak untuk membuat karangan, mohon dimaklumi. Hari ini saya belum makan, membuat badan sayaa lemas.Saya pun kehabisan akal untuk menulis apalagi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar